Dimulai dengan secuil kisah Perang Dunia II yang memaksa keempat
Pevensie bersaudara diungsikan ke rumah Profesor Kirke (Jim Broadbent).
Keempat anak tersebut mulai dari yang tertua ialah Peter (William
Moseley), Susan (Anna Popplewell), Edmund (Skandar Keynes), dan Lucy
(Georgie Henley).
Ketika hari hujan, mereka bermain petak umpet, saat Peter hampir selesai
menghitung (sampai 100 hitungan), Lucy yang terburu-buru mencari tempat
persembunyian memasuki sebuah lemari. Setelah menyibakkan jubah-jubah
yang tergantung di sana, Lucy mendapati dirinya tertusuk ranting pohon
dan menginjak tanah bersalju, bukannya lantai lemari. Agak di kejauhan
ia melihat sebuah tiang lampu dan kemudian bertemu dengan Pak Tumnus
(James McAvoy), makhluk setengah manusia setengah kambing, yang
menjelaskan bahwa kini ia berada di Narnia, negeri yang "selalu musim
dingin tetapi tak pernah ada Natal" gara-gara ulah si Penyihir Putih,
Jadis (Tilda Swinton).
Beberapa jam Lucy singgah di gua Pak Tumnus, namun anehnya, ketika ia
kembali ke ruang kosong tadi, Peter baru saja selesai menghitung.
Lucypun menceritakan pengalamannya yang tentu saja tidak mereka
percayai.
Akhirnya, mereka berempat memasuki Lemari Ajaib itu dan bersama-sama
sampai ke Narnia, menemukan bahwa cerita Lucy selama ini benar adanya.
Sedihnya, mereka menemukan gua Pak Tumnus berantakan dan ada selebaran
yang menjelaskan bahwa Pak Tumnus ditangkap oleh polisi si penyihir
karena dianggap berkhianat dengan menolong Lucy.
Bertemulah mereka dengan Pak dan Bu Berang-berang (suara Ray Winstone
dan Dawn French), yang menjelaskan apa yang tengah terjadi. Kedatangan
mereka berempat, keturunan Adam dan Hawa, ternyata sudah diramalkan
dalam sebuah syair kuno. Aslan (suara Liam Neeson), sang Singa penguasa
tertinggi bumi Narnia, juga dikabarkan telah muncul kembali untuk
menghadapi si penyihir.
Di tengah-tengah percakapan itu, Edmund diam-diam menyelinap ke luar,
berniat menemui Penyihir Putih. Ketiga saudaranya, dengan pertolongan
Pak dan Bu Berang-berang, pergi menemui Aslan, meminta pertolongan.
Edmund yang berharap akan kembali mendapat perlakuan baik dari Jadis
justru diperlakukan secara buruk. Di dalam penjara istana Jadis, ia
bertemu dengan Pak Tumnus yang kemudian ia lihat telah diubah menjadi
batu oleh Jadis.
Mendengar Edmund ditawan, pasukan Aslan segara membebaskan Edmund dan
membawanya kepada Aslan. Namun Jadis tidak dapat menerimanya. Ia
menganggap bahwa Edmund seorang penghianat, dan semua penghianat adalah
miliknya. Bila hal itu dilanggar maka dunia Narnia akan dijungkir
balikkan. Hal ini menjadi dilema sebuah dilema. Bila Edmund diserahkan
maka ramalan syair kuno mengenai empat anak manusia yang akan
membebaskan Narnia tidak akan terjadi. Sebaliknya bila Edmund tidak
diserahkan maka Narnia akan dijungkir balikkan.
Akhirnya setelah mengadakan perbicangan dengan Jadis disepakati bahwa
Aslan akan menggantikan posisi Edmund. Hal ini tidak diketahui oleh
siapapun termasuk oleh Susan dan Lucy yang mengikuti Aslan ketika ia
menuju ke tempat Jadis. Di Stone Table, Aslan menyerahkan diri, ia
diikat, digunduli surainya, lalu dibunuh oleh Jadis. Aslan, Sang
Penguasa Narnia pun tewas seketika itu juga.
Bagi Anda yang telah terbuai keindahan dan kemegahan film Trilogi The
Lord of The Ring (LOTR) kemungkinan besar Anda akan jenuh melihat film
ini. Dan itulah yang saya rasakan.
Keajaiban dunia Narnia yang membuat segala sesuatu mungkin terjadi tidak
dapat dibeberkan dengan indah oleh Andrew Adamson, sebagai sutradara
film ini. Yang terjadi justru pemaparan serba tanggung yang hanya sekali
tampil, walau tujuannya untuk membuat penonton selalu terperangah saat
melihat sesuatu yang baru. Peristiwa berakhirnya musim dingin dan
berubahnya patung penghuni Narnia jauh dari kesan indah dan mempesona.
Peperangan pun hanya bagus dengan banyaknya jumlah dan macam mahluk
dimasing-masing pihak, tapi terlalu sebentar untuk ukuran pasukan
sebanyak itu. Simak bagaimana angkatan udara Peter yang justru tidak
dihadapi oleh Naga yang dimiliki Jadis. Raksasa pengikut Jadis pun hanya
bisa 'bercanda' saat pertempuran. Tidak ada peristiwa heriok yang
ditunjukkan masing tokoh kecuali Edmund yang bertanding melawan Jadis.
Seharusnya perangnya bisa lebih dahsyat dari yang ini.
Untuk keperluan 'keindahan' film, beberapa adegan cerita telah diubah
oleh Andrew. Walaupun secara umum perubahan tersebut tidak mengurangi
nilai utama dari film ini namun sayangnya perubahannya bersifat tanggung
dan ada kalanya ikut menghilangkan pesan-pesan yang terdapat di buku.
Dialog cerdas antara Profesor Kirke dengan Peter dan Susan diubah
menjadi lebih sederhana tetapi maknanya justru tidak terlalu dalam.
Latar belakang masukkan keempat anak ke Narnia pun juga diubah dengan
alasan merasa dikejar Ny Macready karena mereka habis memecahkan kaca
jendela. Suatu bentuk pelarian dari tanggungjawab! Kenyataannya, di
buku, mereka masuk ke lemari karena memang enggan bertemu Ny Macready
yang saat itu membawa turis berkeliling rumah profesor Kirke.
Sosok Aslan-pun juga tidaklah semegah yang dilukiskan sebelumnya.
Awalnya saya sempat terkecoh, mengira Aslan akan muncul saat terompet
dibunyikan ketika Pevensi bersaudara dan Berang-berang tiba di tempat
Aslan. Sedangkan penonton dibelakang saya justru menganggap macan tutul
yang berseliweran (terkesan menyelinap) diantara pasukan Aslan ialah
Aslannya. Namun, semua rasa penasaran tersebut sontak runtuh bahkan
berubah jadi senyum kecut saat melihat Aslan yang muncul dalam
kesederhanaan. Jauh sekali dari kesan perkasa yang coba diciptakan sejak
semula.
Dalam hal ini mungkin Andrew hendak menggambarkan sosok Aslan sebagai
pemimpin yang tidak menakutkan tapi tetap agung. Hanya saja, kesan agung
justru tidak nampak, selain badannya yang kadang membesar. Auman Aslan
dalam beberapa kali kesempatan juga tidak mampu membuat penonton
bergetar, setidaknya musuh ketakutan.
Yang paling fatal ialah proses pengorbanan Aslan menuju ke Stone Table
digambarkan secara ringkas dan kurang begitu berkesan. Setelah bangkit
dari kematian seharusnya Aslan bercanda dulu dengan Susan dan Lucy yang
begitu terpukul dengan kematiannya, namun tidak di film. Ia terlalu
terburu-buru untuk membebaskan penghuni Narnia dibandingkan bermain-main
dengan anak kecil. Selain itu, proses pengubahan patung kembali ke ujud
semula juga dilakukan dengan cepat. Tidak ada gegap gembita kegembiraan
para mahluk Narnia. Kegembiraan singa yang satunya saat melihat Aslan,
dan juga kemarahan Raksasa yang ingin membunuh Jadis hilang dari
pandangan mata.
Untungnya pesan moral yang ditekankan oleh Lewis melalui cerita
Narnia tidak terleliminasi secara telak di filmnya. Beberapa nilai moral
yang harus dimiliki oleh anak-anak tetap ditonjolkan dalam film ini.
Simak bagaimana Lucy mengajak berjabat tangan Pak Tumnus walau ia
sendiri tidak tahu apa artinya. Dan simak pula pertolongan Lucy dengan
memberikan sapu tangannya saat melihat Pak Tumnus menangis. Nasihat
Aslan untuk tidak mempersoalkan yang sudah terjadi saat mempertemukan
Edmund dan saudara-saudaranya juga patut kita acungi jempol.
Sosok Lucy yang tampil lugu dan polos memang menarik untuk disimak.
Tidak terlalu berlebihan rasanya bila Lucy dianggap penggambaran anak
ideal yang diimpikan oleh semua orang tua di dunia ini. Lihatlah
bagaimana ia memeluk Edmund ketika bertemu di Narnia untuk pertama
kalinya dan ia pula yang pertama kali berteriak memanggil Edmund lalu
memeluknya begitu tahu Edmund sudah dibebaskan. Padahal sebelumnya
Edmund sering melukai hatinya. Walaupun tidak ada kata maaf tetapi
perbuatannya melebihi dari sekedar kata maaf.
Sayangnya sosok Peter dan Susan tidak digambarkan sesuai dengan bukunya.
Lewis tidak pernah menceritakan keinginan mereka untuk kembali ke rumah
walaupun bahaya menghadang di depan. Sebaliknya di film Susan
digambarkan sebagai sosok gadis yang enggan menghadapi masalah sedangkan
Peter sebagai orang yang selalu ragu-ragu walau mereka semua telah
diramalkan akan menjadi Raja dan Ratu Narnia. Tapi OK-lah lupakan
pergeseran peran dan tangkaplah makna bahwa sosok Peter dan Susan sering
kita temui atau bahkan kita sendiri mengalaminya.
Sedangkan Edmund, walaupun berperan sebagai pengkhianat namun keberanian
dan kecerdikannya saat berperang melawan Jadis patut diacungi jempol.
Pada dasarnya Edmund-pun juga memiliki sifat belas kasihan. Simak
bagaimana ia berusaha menolong Pak Tumnus dan serigala yang berpihak
kepada Aslan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar